Selasa, 06 Januari 2015

The Last Letter


            "Kamu kenapa tega?”  Tanya Linda dengan isak tangisnya.
“Aku sudah bosan sama sikapmu yang cengeng itu," balas Rian dengan nada membentak.
“Yasudah tinggalkan saja aku, jika kamu sudah tidak bisa menerimaku lagi," pinta Linda.
“Oke memang itu yang aku inginkan.  bye.” Rian kembali bersuara keras sambil berlalu meninggalkan Linda sendirian di taman sekolah yang nampaknya sepi.
                Linda dan Rian adalah sepasang kekasih yang sudah menjalin hubungan setahun lebih, pertemuan pertama mereka yang membuat keduanya sama-sama menaruh hati satu sama lain, hingga akhirnya keduanya memberanikan diri menjalin kasih. Hubungan keduanya sangatlah baik, tak sedikit warga sekolah yang iri melihat kebersamaan pasangan muda yang sedang dimabuk cinta itu. Semua waktu serasa milik mereka berdua saja, Atika sahabat Linda sangat mengidam-idamkan laki-laki seperti Rian yang setia bersama Linda setiap saat.
                Namun, setelah hubungan keduanya menginjak usia setahun, mulai banyak permasalahan yang dialami keduanya. Mulai dari sikap Rian yang terlalu sibuk dengan teman-teman barunya dikelas, sikap Rian yang sudah agak kasar, Rian yang sering sekali membiarkan Linda sendirian, dan Rian yang sekarang egois. Linda merasakan jika kini dirinya tak lagi berarti bagi seorang Rian, kini laki-laki yang dulu sering menghabiskan hampir seluruh waktunya untuk Linda kini dengan mudah membalik keadaan. Linda sering menangis sendiri memikirkan Rian yang sudah tidak memiliki waktu untuknya, bahkan Rian sering melemparkan seluruh permasalahan hubungan mereka pada Linda seorang. Rian sering merasa tak bersalah terlebih sikap cengeng Linda yang semakin membuat Rian bersikap semena-mena pada gadis bertubuh mungil itu.
                Hari-hari Linda kini berubah, gadis periang yang selalu berbagi kecerian itu kini murung dan lebih pendiam. Atika sahabatnya bingung dengan apa yang terjadi dengan Linda, tubuhnya semakin hari semakin menyusut karena banyaknya kegiatan, ia juga jarang sekali makan dan istirahat, yang dilakukan di luar padatnya aktivitasnya adalah memikirkan Rian yang sudah tidak lagi memikirkannya. Setiap hari dia mengemis perhatian dari seorang Rian, namun tak pernah dihiraukannya, laki-laki berbadan kekar tersebut memilih ‘masa bodoh’ terhadap apa yang dikatakan Linda.
                Suatu hari ketika kegiatan  belajar mengajar tengah berlangsung, tiba-tiba seisi kelas dikejutkan oleh kondisi Linda yang tiba-tiba pingsan didepan kelas saat presentasi, sontak saja semua anak mendekati tubuh Linda yang kian menyusut seiring bertambahnya hari. Dari hidungnya mengalir darah segar yang membuat keadaan semakin panik, segera teman-teman Linda mengambil tandu untuk memembawa tubuh yang kini tak berdaya itu ke ruang UKS. Atika mencoba menghubungi mama dan papa Linda agar Linda lekas dilarikan ke rumah sakit. Suara sirine ambulan memberikan isyarat jika Linda dalam keadaan darurat.
         "Yan, itu Linda kan? Kenapa lo di sini? Bantuin kek, dia sakit begitu." Suara salah seorang teman Rian membuyarkan Rian yang sedang termenung.
       "Alah Linda sehat-sehat aja. Paling kalau memang itu Linda cuma ingin perhatian dari gue aja." Balasnya sinis.
        "Woy, seperti itu lo bilang dia cuma ingin perhatian lo? Itu sudah ambulans men, man mungkin main-main."
          " Ah sudah abaikan saja, dia punya orang tua kan. Haha." Kata Rian ceria.
       Di rumah sakit suasana terlihat sangat tegang menunggu dokter, untuk memastikan kondisi Linda baik-baik saja.
“Dok bagaimana anak saya?" Tanya mama Linda panik.
“Saya perlu bicara dengan bapak dan ibu." Dokter muda dan tampan yang menangani Linda mengajak mama dan papa Linda  menuju ruang kerjanya.
“Bagaimana kondisi anak saya dok?” Mama Linda begitu panik.
“Begini pak, bu dari hasil pemeriksaan saya beserta tim, anak bapak dan ibu di diagnosis menderita semacam kanker di otaknya,” jelas dokter sambil menunjukkan beberapa gambar sel sel kanker didalam kepala Linda. "Kondisi ini sebenarnya sudah sejak lama, tapi anak bapak dan ibu begitu kuat."
“Apa? Tidak mungkin dok, anak saya sehat-sehat saja, dia tidak pernah terlihat  sakit”
“Sudah ma, tenang," Papa Linda mencoba menenangkan istrinya yang kini menangis. "Kita dengarkan dulu penjelasan dokter."
"Saya kagum, mengetahui bahwa anak ini memang kuat merasakan sakitnya sendiri." Dokter menghela napas sejenak. "Jika dilihat dari perkembangan penyakitnya, penyakit ini sudah ada sekitar enam sampai tujuh bulan. Perkembangannya cepat sekali. Oleh karena itu saya sangat kagum pada anak bapak dan ibu yang mempu bertahan sendiri saat tubuhnya di gerogoti sel-sel mamatikan itu." Jelasnya.
                Tubuh Linda terbaring lemah tak berdaya didalam ruang ICU dengan selang infus ditangannya, nafasnya kini dibantu dengan oksigen, dan ditubuhnya terdapat banyak sekali perlengkapan medis. Sahabat-sahabat Linda sedih sekali mengetahui sahabatnya yang dikenal periang mengidap penyakit seserius itu, padahal gadis itu tidak pernah mengeluh sakit.
                Sudah tiga hari Linda koma namun tak ada tanda-tanda dia akan sadar, beberapa menit kemudian Linda berusaha membuka matanya, semua keluarga dan teman-temannya bahagia melihat Linda sadar. Matanya menatap sayu pada sekelilingnya, semua orang berharap dia akan kembali pulih meskipun itu adalah hal yang sangat sulit terjadi.
                Mengetahui Linda sadar, dokter dan suster segera mengecek kondisi Linda yang kini semua syarafnya sudah tak  berfungsi, matanya yang hanya bisa berkedip seperti memberi isyarat sesuatu, akan tetapi tak satupun yang mengerti maksud Linda. Sampai akhirnya Linda menutup kembali matanya dan monitor pendeteksi detak jantung kini membentuk garis lurus menandakan akhir hidup Linda. Suasana ruangan tersebut pecah dengan isak tangis sahabat dan keluarga Linda, sayangnya hanya satu orang yang mungkin diharapkan Linda ada, namun tidak ada. Rian tak pernah peduli dengan kadaan Linda, di menganggap Linda hanya berpura-pura sakit. Rian bersikap seperti itu karena dia tidak ingin terus-terusan di telpon ataupun di sms banyak sekali oleh Linda.
                Mendengar kabar Linda meninggal, Rian hanya memasang ekspresi biasa saja. Anton temannya mengajak dia menghadiri acara pemakaman Linda, Rian enggan hadir, namun Anton memaksanya. Dengan malas dia melangkah menuju acara pemakaman Linda. Air mata tak henti-hentinya mengalir dari mata pemiliknya yang begitu mengenal sosok Linda. Begitu banyak yang mencintai gadis mungil bermata indah tersebut. Saat ini, di tempatnya sekarang, Linda tau betapa ia di cintai oleh banyak orang. Banyaknya orang yang terpukul atas kepergiannya menandakan ia adalah gadis baik yang begitu dicintai.
                Usai pemakaman semua yang hadir kini satu persatu menghilang dari kasat mata. Hanya tersisa mama papa Linda dan Atika. Mama Linda mengajak Atika membatu mama Linda untuk membereskan buku-buku dan benda-benda milik Linda.
                Beberapa saat kemudian setelah menempuh sekitar 10 menit perjalanan akhirnya mereka tiba dirumah Linda.
“Tik, kamu masuk saja ya sayang nanti tante nyusul,” pinta mama Linda pada Atika.
“Oke tan,” jawab Atika sambil melangkah menuju kamar Linda.
                Kamar dengan nuansa pink itu tampak sangat anggun dan feminim, bingkai-bingkai foto menghias sudut sudut kamar berukuran sekitar 4x5m itu. Dalam bingkai tersebut terdapat beberapa macam foto, salah satunya adalah fotonya dengan Rian sewaktu mereka menjalin kasih.
                Atika melangkah mendekati meja belajar yang dipenuhi berbagai buku dan kertas-kertas. Atik mencoba merapikan meja tersebut dan tidak sengaja menjatuhkan sebuah buku diary bermotif hellokitty, Atika langsung mengambil dan membuka lembaran demi lembaran pada diary itu. Tak lama kemudian air mata atik menetes membaca tulisan sahabatnya yang kini telah pergi. Segera Atika meraba sakunya dan mencari benda tipis yang biasa digunakannya, dicari nama Rian dan langsung ditekan tombol “panggil” olehnya.
“Halo”
“Halo.. Yan gue harus ketemu sama lo”
“Ngapain sih? Sok penting bangete”
“Penting, bentar lagi gue sms alamatnya”
Setelah telpon mati, kini Atika tengah sibuk dengan jari-jarinya mengirim sebuah alamat pada Rian. Dia langsung berpamitan pada mama dan papa Linda untuk pergi sebentar.
                Setelah beberapa menit, akhirnya Atika tiba ditempat yang dia tentukan untuk bertemu Rian, Rian sudah berdiri melongo kesana-kemari mencari batang hidung Atika.
“Eh ini dia, lama banget sih? Ada apaan?” Tanya Rian.
“Nih...” Atika memberikan buku diary Linda yang baru saja membuatnya meneteskan air mata.
“Apaan?” tanya Rian dengan memasang wajah bingung.
“Disitu ada suratnya, baca aja.” Jelas Atik.
Sambil membuka isi surat tersebut Rian mencari tempat duduk yang nyaman untuk membaca.
For          : My beloved Rian
Hai kamu? Apa kabar? Semoga sehat dan baik-baik saja ya. Rian... ketika kamu baca surat ini mungkin aku sudah tidak di dunia ini hmhm.. ya di dunia impian mungkin. Aku menulis surat ini untukmu, karena aku sudah tidak tahu bagaimana aku berkomunikasi deganmu lagi. Yan... ketahuilah jika aku sayang mencintaimu dengan sepenuh jiwa dan ragaku, sebanyak apapun masalahnya aku ingin tetap setia padamu, pada hubungan kita yang sudah sekitar tujuh belas bulan ini. aku masih membayangkan pernikahan yang sering kita khayalkan hmhmh... ditinggalkanmu membuat hidupku berubah, waktuku hanya aku habiskan untuk memikirkan hubungan kita walaupun kamu dengan mudah sudah melupakannya. Maafkan aku Yan karena aku tidak dapat mewujudkan khayalan kita menikah dengan konsep ‘white party’ . Yan ketahuilah aku menyembunyikan semuanya dari Mama dan Papa aku, karena aku gak mau lihat mereka sedih, aku ingin mereka melihat jika anaknya ini adalah gadis yang periang dan baik-baik saja, aku begitu mencintai mereka dan aku tidak ingin melihat mereka sedih karena tahu anaknya sakit . Aku bertahan untuk mereka dan untuk mimpi-mimpi kita. Kamu meninggalkanku didunia yang sama, namun aku meninggalkan hubungan ini didunia yang berbeda.  Aku harap kamu tetap menjadi Rian yang dulu menemaniku kesana-kemari dengan ikhlas bukan paksaan lagi. Kini aku sudah tenang ditempatku yang baru ini, aku melihatmu dari alamku saat ini. jangan sedih ya Yan.
Your ex girlfriend “Linda Apryanti”
Membaca surat itu membuat mata Rian perlahan menjatuhkan satu persatu butiran air mata yang kini mulai membasahi kertas yang di pegangnya. Apa yang telah diperbuatnya telah menyebabkan nyawa orang yang begitu menyayanginya pergi sia-sia karena menangisinya.
“Kenapa lo gak cerita Tik kalo sakitnya dia parah."
“Kasihan Linda, tak satupun percaya dia sakit. Pintar banget dia menyembunyikan semuanya,” kata Atik sambil menerawang jauh. "Lo tega banget sama dia Yan. Tega!!" Atika tidak mampu menahan tangisnya.
"Linda kau memang gadis yang baik. Jika Tuhan memberiku satu kali kesempatan selamanya tak akan pernah aku biarkan setetes air matamu jatuh karena sakit yang aku torehkan," hatinya bergeming meatapi kenyataan yang tidak dapat berubah. "Begitu besar salah gue pada dia, dan gue belum sempat minta maaf. Bahkan di hari terakhirnya pun aku tidak bisa melihatnya." Ucap Rian dengan suara parau.
"Apa yang bisa lo lakukan sekarang Yan? Perpisahan tersulit adalah kematian, mau bagaimanapun lo gak akan bisa membuatnya kembali." 

                Hanya penyesalan yang kini berkecamuk di dada Rian. Dadanya penuh dengan rasa bersalah pada gadis yang sudah dibawah batu nisan itu. Rasa sesalnya tidak akan pernah berujung pada apapun. Hidup memang selalu sulit di tebak seperti Linda yang mampu tersenyum dengan penyakit yang menggerogoti tubuhnya, gadis malang itu masih mampu memikirkan laki-laki yang sudah tak pernah memikirkannya.

1 komentar: